Peristiwa G 30 S PKI dianggap sebagai kudeta yang gagal karena tidak adanya satu komando. Terdapat dua kelompok pimpinan, yakni kalangan militer (Untung, Latief dan Sudjono) dan pihak Biro Chusus PKI (Sjam, Pono, Bono dengan DN Aidit). Dalam hal ini, Sjam memegang peran sentral karena ia berada dalam posisi penghubung antara kedua pihak ini.
Namun, ketika upaya ini tidak mendapat dukungan dari Presiden Soekarno, bahkan diminta untuk dihentikan, maka kebingungan terjadi dan kedua kelompok ini pecah. Kalangan militer ingin mematuhi permintaan Soekarno, sedangkan Biro Chusus tetap melanjutkannya.
Uraian di atas berdasarkan dari dokumen Supardjo yang berupa surat yang salah satunya berisi keterangan mengenai sebab kegagalan G 30 S seperti yang di ungkapkan di atas.
Kita juga tidak dapat mengetahui secara pasti mengenai berbagai fakta sejarah.Namun, berdasarkan beberapa kepingan – kepingan fakta sejarah yang membuat kita menyimpulkan sendiri bagaimana sebenarnya peristiwa G 30 S PKI tersebut. Dari buku “Dalih Pembunuhan Masal Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto “ karya John Roosa, serta “Soebandrio : Kesaksianku Tentang G -30 S” yang merupakan kesaksian dari tokoh sentral PKI yaitu Soebandrio, semua berkesimpulan sama yaitu bahwa gerakan G 30 S PKI merupakan kudeta yang dirancang untuk gagal karena akan ada kudeta merangkak yang mengikutinya. Bahkan Bung Karno menyebut bahwa ini semua merupakan “Riak kecil dalam sebuah Revolusi Besar”.
Sumber :
Radis Bastian (2013), Tokoh-tokoh gelap yang terlupakan dalam peristiwa G30 S, Yogyakarta: palapa.
Hermawan Sulistya (2011), Palu Arit diladang tebu: Sejarah pembantaian masal yang terlupakan (Jombang-Kediri 1965-1966), Jakarta: Pensil 324
M.C. Ricklefs (2008), Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu semesta